Sudah lebih dari tiga minggu ini hujan terus bertamu di Salatiga, tetapi cuaca sepertinya sedikit berubah beberapa hari ini. Sinar matahari sepertinya tidak malu lagi menampakkan dirinya. Walaupun aku menikmati hujan yang hadir setiap hari tetapi kunjungan sinar matahari itu membawa sedikit kehangatan ditengah dinginnya hawa yang menyelimuti kota ini.
Saat aku berpikir tentang perubahan seringkali aku merasa takut dan khawatir. Aku menyadari bahwa perubahan akan selalu terjadi baik dalam kehidupanku maupun kehidupan orang-orang di sekitarku. Hal yang tidak bisa dihindari itu sering mendorong seseorang seperti berada di suatu tempat asing yang tertutup oleh kabut. Secara alamiah, manusia akan sekuat tenaganya membangun benteng sehingga ia terlindungi dari kekuatan perubahan. Walaupun begitu, sekuat apapun benteng yang dibangun tidak akan bisa menahan laju perubahan itu.
Dalam perenunganku, tidak ada hal lain yang aku bisa lakukan selain bersiap-siap terhadap datangnya perubahan. Memulai kerelaan untuk membuka pintu hati dan jendela pikiran adalah hal yang bijaksana sehingga aku bisa memandang lebih luas lagi dunia ini. Tetapi saat terlintas dalam pikiranku tentang akibat dari perubahan itu, hatiku mulai ciut. Aku tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Mungkin Tuhan memakai ketidaktahuan itu sebagai cara supaya manusia-manusia yang kurang beriman dan kurang bernyali seperti aku ini bisa bersandar sepenuhnya kepada Dia. Seperti saat kita berjalan di tempat asing yang diselimuti kabut, satu-satunya hal yang diperlukan adalah nyala lampu yang cukup untuk menembus kabut itu. Aku percaya, walaupun aku tidak sering memakainya, bahwa Tuhan memberikan Buku Kehidupan dan Belahan Jiwa-Nya sebagai terang untuk menerangi jalanku. Sehingga dengan percaya diri aku bisa melangkah menuju ke tempat tujuanku.
Dalam hatiku aku bertanya-tanya lagi, siapkah aku terhadap perubahan itu? Saat aku memandang keluar jendela, kulihat mendung berarak-arak datang menutupi sinar matahari yang sedang menari-nari menebarkan pesona kehangatannya. Bersamaan dengan awan kelabu itu, kudengar deru angin yang datang membawa rasa dingin saat menyentuh kulitku. Mungkin aku tidak akan pernah bisa menjawab pertanyaan itu. Tetapi satu hal yang pasti aku bisa selalu memakai Buku Kehidupan dan Belahan Jiwa Tuhan sebagai terangku.
No comments:
Post a Comment